Besar Dan Panjang ,Pisang Agung dari Lumajang Jawa Timur
Pisang Agung
PISANG merupakan tumbuhan asal Asia, yang tersebar hampir di seluruh belahan dunia, di antaranya di Spanyol, Italia, Indonesia, dan Amerika. Bahkan, di Indonesia keanekaragaman jenis pisang dapat ditemui. Salah satunya adalah pisang agung yang merupakan varietas lokal. Varietas ini diyakini asli Indonesia karena berasal dari Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Karena diyakini sebagai varietas lokal Lumajang, jenis pisang agung talun akhirnya mendapat sertifikasi pengesahan dengan nama pisang agung semeru dari Lembaga Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, September 2004. Sertifikasi itu diberikan setelah dikaji oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Karang Ploso, Malang, dan telah melakukan sidang sertifikasi di Dinas Pertanian Jatim.
Buah yang memberikan banyak arti bagi kehidupan masyarakatnya itu memang sangat tepat menjadi ikon Kabupaten Lumajang sebab tidak sedikit masyarakat di kabupaten yang memiliki gunung tertinggi di Pulau Jawa itu, yakni Gunung Semeru, menggantungkan kehidupan kepada buah pisang agung. Sebut saja mulai petaninya, pedagang besar, tukang angkut, penjual makanan di sekitar pasar pisang, pedagang kecil yang menjual secara eceran kepada konsumen, industri keripik pisang, dan konsumen rumah tangga lainnya.
Di Kecamatan Senduro, sekitar 40 kilometer dari Gunung Semeru, misalnya, sekitar 90 persen (37.854 jiwa) dari jumlah penduduk sekitar 42.061 jiwa (2004) itu bermata pencarian sebagai petani. Dari jumlah itu, sekitar 40 persen jiwa dipastikan memiliki pohon pisang agung yang ditanam di pekarangan rumah atau kebun.
Berdasarkan data dari Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pertanian Kecamatan Senduro, populasi pisang agung di awal tahun 2004 mencapai 323 hektar dari luas total Kecamatan Senduro 52.000 hektar. Sementara populasi pisang mas sekitar 128 hektar dan 63 hektar untuk luasan populasi pisang ambon.
Saat ini luasan tanaman pisang tersebut, termasuk pisang agung, diperkirakan mengalami peningkatan sekitar 50 persen. Soalnya, di beberapa desa, seperti Burno, Kandang Tepus, Kandangan, dan Wonocepoko, dilakukan pembukaan areal hutan oleh Perum Perhutani.
Menurut Hendrik Pamuji Santoso, tenaga penyuluh pertanian yang bertugas di UPTD Pertanian Kecamatan Senduro, produksi pisang agung di Kecamatan Senduro mencapai 3,379 juta ton per tahun, dan tahun 2004 meningkat menjadi 3,717 juta ton.
Tidak hanya di Kecamatan Senduro yang menjadi daerah penghasil pisang agung di Kabupaten Lumajang. Tetapi, daerah lain, seperti di Kecamatan Pasru Jambe, juga merupakan salah satu daerah penghasil pisang yang belum memiliki nama latin ini.
WILOTO, Kepala Desa Jambe Arum, Kecamatan Pasru Jambe, menjelaskan, sekitar 90,8 persen dari 1.225 keluarga atau sekitar 3.050 jiwa warganya adalah petani pisang agung. Populasi tanaman pisang agung di desa itu mencapai 612,5 hektar atau sekitar 1,53 juta pohon pisang, dengan asumsi rata-rata 2.500 pohon pisang per hektar.
Setiap keluarga yang membudidayakan pisang agung, dengan lahan kepemilikan rata- rata 0,5 hektar itu, setiap minggu bisa memetik 150 tandan. Tetapi, ada juga yang hanya 50-75 tandan per minggu karena usia tanam sudah cukup lama, yakni sekitar dua tahun.
Winoto (50), petani pisang asal Desa Jambe Arum, mengaku memiliki kebun pisang seluas 2,5 hektar dengan jumlah tanaman sekitar 5.000 pohon. Keputusannya untuk ganti komoditas tanaman pertanian dari padi ke pisang agung tak lepas dari soal pendapatan.
Kalau bertanam padi, katanya, dia hanya bisa memanen setiap tiga atau empat bulan sekali. Itu pun dengan penghasilan yang tidak bisa diharapkan karena harga gabah selalu anjlok saat panen. Berbeda dengan menanam pisang. “Setelah menunggu kurang dari setahun, hasilnya bisa dipetik dua kali dalam seminggu,” ungkap Winoto.
Menurut dia, biaya produksi menanam pisang agung sekitar Rp 3.000 per tandan. Biaya itu terdiri dari upah penanaman bibit, pembelian bibit, pemupukan yang dilakukan sebulan sekali, dan biaya pemeliharaan.
Pisang agung merupakan tanaman nonmusim. Tidak seperti halnya durian, mangga, dan kelengkeng yang mempunyai periode panen tertentu. Karena itu, buah pisang agung bisa dipanen sewaktu-waktu dan disesuaikan dengan kebutuhan pasar.
Jika saat kebutuhan masyarakat cukup tinggi, ujar Winoto, harga pisang agung biasanya
terdongkrak hingga Rp 15.000- Rp 20.000 per tandan. Harga setinggi itu biasanya terjadi saat Lebaran. “Padahal, di hari-hari biasa atau saat kebutuhan masyarakat stabil, harganya Rp 10.000-15.000 per tandan di tingkat petani,” jelasnya.
Dengan keuntungan yang cukup besar itu, tidaklah heran kalau masyarakat sekitar tertarik membudidayakan pisang agung yang setiap tandannya hanya terdiri dari satu sampai dua sisir dengan jumlah buah maksimal sekitar 25 buah itu.
Jika waktu pasar tiba, petani di daerah penghasil segera memanen pisang agung. Pisang agung bukanlah jenis pisang buah yang langsung bisa dimakan setelah diambil dari pohon, kecuali yang sudah dalam keadaan matang. Buah pisang agung yang dipanen dari pohon rata-rata masih berumur 15 minggu dari saat menjadi bunga atau masih berwarna kehijauan.
Hari pasaran di sekitar Pasar Pisang Senduro, tempat pemasaran pisang agung dari daerah penghasil, dilakukan empat hari dalam seminggu. Jika saat hari pasar tiba, para petani, sopir angkut, dan pedagang, memulai aktivitasnya sejak sekitar pukul 03.00. Kegiatan transaksi pun berlangsung ramai di Pasar Senduro. (AGUSTINA LILIASARI