Menikmati Kuliner Malam Sate Pak Kampret di Jombang
Sate
Kunjunganku ke Jombang secara tidak langsung menjelajahi kuliner di kabupaten tersebut. Seperti yang sudah ada direncana awal, kami (rombongan dari Jogja, Surabaya, dan Malang) akan mencicipi kuliner sate. Menurut bloger sekaligus pemandu kami, sate Pak Kampret ini sudah terkenal.“Jombang sudah hits, jadi nggak perlu kalian promosikan,” Kelakarnya.Aku tidak paham seluk beluk Jombang, yang kutahu dari Jombang hanyalah Pondok Pesantren Darul Ulum. Itupun karena kakak-kakakku mondok di sana, serta almarhum kakek teman karib salah satu sesepuh di ponpes tersebut.Mobil melaju pelan, menyeruak di tengah kemacetan jalan. Ruas jalan kurasa makin kecil, memasuki pasar. Aku masih penasaran lokasinya, mobil benar-benar parkir di depan lapak warung yang sudah tutup. Dari tulisan kecil yang ada di penyanggah kayu terpampang tulisan Pasar Legi.
Perjalanan dilanjut jalan kaki melintasi jalan kecil antar sekat lapak. Sayuran dan buah tertata rapi, beberapa orang tua menjaga lapak sambil menyapa kami. Mereka tentu sudah tahu kalau tujuan kami ke sini untuk kuliner sate Pak Kampret. Begitu dekat warung sate, aku terperanjat melihat kerumunan orang-orang yang ingin kuliner.Pernah suatu ketika teman berkata kalau sate di tengah-tengah pasar itu cenderung lebih enak dan ramai. Aku tidak tahu dia mendapatkan informasi dari mana ketika berkata seperti itu. Sejauh ini lokasi sate yang berada di tengah pasar dan pernah kukunjungi adalah Sate Klathak Pak Bari. Itupun aku belum ulas di blog, padahal sudah beberapa kali ke sana. Dan memang enak.Kunjunganku ke Jombang secara tidak langsung menjelajahi kuliner di kabupaten tersebut. Seperti yang sudah ada direncana awal, kami (rombongan dari Jogja, Surabaya, dan Malang) akan mencicipi kuliner sate. Menurut bloger sekaligus pemandu kami, sate Pak Kampret ini sudah terkenal.“Jombang sudah hits, jadi nggak perlu kalian promosikan,” Kelakarnya.Aku tidak paham seluk beluk Jombang, yang kutahu dari Jombang hanyalah Pondok Pesantren Darul Ulum. Itupun karena kakak-kakakku mondok di sana, serta almarhum kakek teman karib salah satu sesepuh di ponpes tersebut.
Mobil melaju pelan, menyeruak di tengah kemacetan jalan. Ruas jalan kurasa makin kecil, memasuki pasar. Aku masih penasaran lokasinya, mobil benar-benar parkir di depan lapak warung yang sudah tutup. Dari tulisan kecil yang ada di penyanggah kayu terpampang tulisan Pasar Legi.Perjalanan dilanjut jalan kaki melintasi jalan kecil antar sekat lapak. Sayuran dan buah tertata rapi, beberapa orang tua menjaga lapak sambil menyapa kami. Mereka tentu sudah tahu kalau tujuan kami ke sini untuk kuliner sate Pak Kampret. Begitu dekat warung sate, aku terperanjat melihat kerumunan orang-orang yang ingin kuliner.
Pecinta kuliner malam sudah ramai
Asap mengepul di tengah pasar bersamaan dengan aroma sate. Para pecinta kuliner malam sabar menanti kursi kosong. Mereka bercengkerama dengan teman di tempat yang dirasa nyaman. Aku dan rombongan berhasil mendapatkan kursi & meja kosong. Kami langsung memesan sate beberapa porsi.Seorang bapak berkaos merah sibuk mengipasi sate yang dibakar. Tiga perempuan lainnya mengatur pengunjung sembari menanyakan pesanan. Aku mendekat bapak yang bertugas membakar sate.“Pak kampret, mas,” Lelaki tersebut menjawab pertanyaanku.Dari sini aku langsung paham jika penamaan sate tersebut memang dari nama beliau. Aku kira itu hanya brand agar lebih dikenal dengan mudah. Aku masih penasaran apa yang membuat sate ini begitu kondang dan dicari para pecinta kuliner ketika berkunjung ke Jombang.
Sembari menunggu pesanan datang, aku berbincang dengan Pak Kampret. Sesekali harus bergeser karena asap mengarah padaku. Sate Pak Kampret nyatanya memang sudah dikenal oleh masyarakat sudah lama. Beliau sudah 26 tahun merintis warung sate di tempat ini.“Dari awal buka sudah di sini mas. Di tengah-tengah pasar.”Walau lokasinya blusuk di tengah pasar, nyatanya cukup mudah ditemukan. Terlebih nama warung beliau sudah kondang.
Sate Pak Kampret berbahan baku daging sapi. Jika sebagian besar sate itu ayam atau kambing, beliau sudah menetapkan dari awal daging yang digunakan adalah sapi. Warung beliau buka sejak pukul 21.00 WIB – 07.00 WIB. Jadi jika ingin menikmati sate Pak Kampret, lebih baik datang sekitar pukul 21.00 WIB, pasti stoknya masih banyak.eliau sengaja buka dari malam sampai pagi ternyata sasaran utama pembeli adalah orang-orang yang menyambangi pasar menjelang subuh. Pasar Legi merupakan pasar tradisional, dan mereka yang berjualan di sini biasanya datang menjelang dinihari.“Banyak penjual pasar ini beli pas pagi mas. Mereka sarapan sate sama pecel,” Terang Pak Kampret.“Pecel pak?” Kuulangi ucapan beliau. Siapa tahu beliau salah mengucap.“Iya mas, pecel. Sate ini dimakan dengan nasi pecel,” Pak Kampret balik meyakinkanku.Aku tidak memperhatikan sebelumnya jika sate nasi yang disajikan mendamping sate adalah nasi pecel. Benar-benar khas Jawa Timur, bahkan satepun dimakan dengan nasi pecel. Aku jadi penasaran sensasinya.Sepiring sate sudah tersaji di depanku. Kulihat lebih seksama, benar saja ini adalah nasi pecel. Aku belum terbiasa makan pecel malam hari, justru ini menjadi pengalaman tersendiri bagiku. Makan pecel dengan lauk sate sapi.